Jumat, 23 November 2012
PERANAN SAIKIN SURIAWIDJAJA
DALAM FRONT PEMUDA SUNDA DI JAWA BARAT
(1924-1960)
Merlina Orllanda , Drs., Awaludin Nugraha, M.Hum, Dra. Rina Adyawardhina
Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran
Email : Merlina_orllanda@yahoo.co.id
ABSTRAK
Karya ini berjudul Peranan Saikin Suriawidjaja Dalam Front Pemuda Sunda di Jawa Barat (1924-1960). Topik ini memiliki arti penting untuk melihat peranan Saikin Suriawidjaja sebagai pendiri sekaligus ketua dalam Front Pemuda Sunda.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Selain itu, penelitian ini juga menerapkan metode sejarah lisan.
Berdasarkan penelitian ini, eksistensi Front Pemuda Sunda tidak lepas dari peranan Saikin Suriawidjaja. Di bawah kepemimpinannya Front Pemuda Sunda menyelenggarakan Kongres Pemuda I pada tanggal 4-7 November 1956. Saikin Suriawidjaja tidak hanya sebagai Ketua Organisasi, tapi juga Ketua Presidium saat terlaksananya kongres. Melalui pemikirannya tentang Sunda dan pandangannya terhadap pemerintahan Soekarno, maka Saikin Suriawidjaja banyak sedikitnya menentukan arah perjuangan Front Pemuda Sunda
Kata Kunci: heuristik, kritik, interpretasi, historiografi. Peranan, dan kepemimpinan.
ABSTRACT
The title of this thesis is The Role of Saikin Suriawidjaja on Sundanese Youth Front in West Java (1924-1960). This thesis described life and political background of Saikin Suriawidjaja. This topic has significance to see the role of Saikin Suriawidjaja as founder and chairman of the Sundanese Youth Front.
The method used is historical method that consists of four steps, namely heuristic, criticism, interpretation, and historiography. Moreover, this research also apply oral history method.
Based on this research, the existence of the Sundanese Youth Front was not apart from the role of Saikin Suriawidjaja. Moreover, under his leadership the Sundanese Youth Front held Youth Congress I at November 4-7, 1956. Saikin Suriawidjaja was not only as the Chairman of the Organization, but also the Chairman of the Presidium when the congress was carried out. Through his thoughts about the Sundanese and his view toward Soekarno government, thenSaikin Suriawidjaja more or less determined the struggle direction of the Sundanese Youth Front.
Keyword: dynamics, heuristic, criticism, interpretation, historiography, the role, and leadership.
I. PENDAHULUAN
Indonesia di awal kemerdekaan mengalami permasalahan yang kompleks, khususnya dalam bidang ekonomi, keamanan dan pemerintahan. Kemiskinan dan ketidakamanan yang dialami rakyat telah menimbulkan rasa tidak puas terhadap pemerintah. Sikap protes semakin menjadi tatkala banyak ditemukan kekurangan-kekurangan dalam mengelola negara. Jadi, pada masa itu negara mengalami ketidakstabilan dalam penataan dan pertahanan kedaulatan, serta gagalnya percobaan demokrasi di Indonesia.
Kegagalan demokrasi tersebut dikarenakan Indonesia tidak punya kriteria ke sana. Hal itu di dukung pula oleh keadaan di tanah air, rakyat Indonesia yang tersebar di berbagai pulau umumnya buta huruf, miskin, dan di bawah pengaruh kekuasaan otoriter. Demokrasi para politikus hanya dilakukan pada struktur demokrasi yang merakyat. Di waktu itu orang-orang yang melek politik hanyalah sekelompok kecil masyarakat perkotaan, biasanya kaum elite yang merasa lebih unggul dari budaya-budaya kedaerahan. Selain itu, Indonesia sebagai negara muda, juga mengalami masalah korupsi yang tersebar luas. Tidak hanya itu, kesatuan wilayah negara juga terancam karena adanya berbagai pergolakan yang menuntut pemisahan diri dari pemerintah pusat seperti RMS (Republik Maluku Selatan), Permesta, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), maupun pemberontakan ideologi seperti PKI di Madiun, DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat yang meluas ke Aceh, Sulawesi, dan Kalimantan (Sulastomo, 1989: 111; Finaldin dan Sali Iskandar, 2006: 32). Jadi, wajar saja kalau ide demokrasi gagal diterapkan di tengah masalah ekonomi dan kependudukan yang dialami bangsa (Ricklefs, 2008: 494).
Potret sejarah Indonesia di waktu itu adalah deskripsi tentang kemerdekaan yang disertai beragam persoalan pelik dan dramatis. Oleh karena itu, revolusi di Indonesia tidak hanya menimbulkan konflik politik tetapi juga konflik sosial seperti pembunuhan, pemberontakan, dan kegelisahan sosial dalam masyarakat (Ibrahim, 2004:5-6). Instabilitas politik yang dialami Indonesia telah menyebabkan kesengsaraan dalam kehidupan rakyat. Imbasnya merata di seluruh tanah air, namun karena letaknya dekat dengan ibukota pemerintahan, maka Jawa Barat menjadi prototype dari persoalan se-Indonesia. Apalagi di wilayah tersebut ada beberapa bukti konkrit tentang ketidakadilan sosial dan kegagalan ekonomi, serta beberapa harapan revolusi yang tidak terwujud (Ricklefs, 2008:493).
Sehubungan itu, di Jawa Barat mulai muncul pergerakan. Ketidakstabilan negara itu menyebabkan lahirnya Front Pemuda Sunda pada tahun 1956. Gerakan tersebut aktif dalam lapangan politik lokal. Selain itu, Front Pemuda Sunda berhubungan dengan situasi politik negara Republik Indonesia.
Eksistensi Front Pemuda Sunda dalam kancah politik tidak terlepas dari Saikin Suriawidjaja. Hal itu karena Saikin Suriawidjaja turut berpartisipasi dalam pergerakan politik orang Sunda. Berdasarkan pemikiran dan nuraninya yang berpedoman pada orang Sunda dulu, maka Saikin Suriawidjaja tidak sepakat dengan pemerintah saat itu. Menurut Saikin Suriawidjaja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hendaknya pemimpin (seseorang) memiliki sikap menjunjung tinggi hukum, membela negara dan menyuarakan hati rakyat, sedangkan kenyataannya tidak demikian. Hal itulah yang mendorong Saikin Suriawidjaja untuk muncul dalam percaturan politik nasional dan Jawa Barat.
Peranan yang dimiliki Saikin Suriawidjaja dalam Front Pemuda Sunda (1956) tidak hanya disebabkan oleh lingkungan hidupnya, tapi juga oleh keadaan sosial politik Jawa Barat saat itu. Situasi yang tidak stabil di tengah merosotnya kehidupan ekonomi mendorong intelektual muda Sunda ini akhirnya mengikutsertakan dirinya ke dalam pergerakan politik orang Sunda. Dari situlah dimulai peranan Saikin Suriawidjaja yang tidak hanya sebagai salah satu tokoh pendiri Front Pemuda Sunda, tapi juga sebagai ketua yang pernah memimpin arah perjuangan gerakan tersebut.
Karya ini memiliki arti penting untuk melihat peranan Saikin sebagai pendiri sekaligus ketua dalam Front Pemuda Sunda. Oleh sebab itu, penelitian ini diberi judul “ Peranan Saikin Suriawidjaja dalam Front Pemuda Sunda di Jawa Barat (1924-1960)”. Sesuai dengan pembatasan waktu, maka kajian penelitian ini akan difokuskan pada periode 1924-1960. Pengambil batasan waktu dimulai dari tahun 1924 karena masa itu merupakan keterangan waktu ketika Saikin Suriawidjaja dilahirkan. Kemudian batasan akhir dipilih pada 1960 karena masa itu Front Pemuda Sunda sudah tidak terlihat lagi melaksanakan kegiatannya.
Selanjutnya, metode yang digunakan dalam karya ini adalah metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Heuristik adalah tahapan atau kegiatan, menemukan dan menghimpun sumber, informasi, jejak masa lampau (Herlina, 2008:15). Dalam penelitian ini penulis melakukan heuristik di perpustakaan yang ada di Bandung dan Garut. Selanjutnya, kritik adalah kegiatan meneliti dan menyeleksi sumber-sumber sejarah secara kritis (Herlina, 2008:15). Kritik dalam metode sejarah terdiri atas kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern untuk menyelidiki otentisitas sumber sedangkan kritik intern merupakan proses penyeleksian data dengan menyelidiki kredibilitas sumber. Kemudian, interpretasi adalah tahapan atau kegiatan menafsirkan fakta – fakta serta menetapkan makna dan saling hubungan daripada fakta – fakta yang diperoleh (Herlina, 2008:15), dan yang terkahir adalah historiografi, yaitu tahapan atau kegiatan menyampaikan hasil – hasil rekonstruksi imaginatif masa lampau itu sesuai dengan jejak – jejaknya (Herlina, 2008:16). Kegiatan pengumpulan sumber tidak hanya dilaksanakan ke berbagai perpustakaan yang disebutkan tadi, tapi juga dengan mewawancarai kerabat dan beberapa keturunan Saikin Suriawidjaja, sehingga diterapkan pula metode sejarah lisan.
Perlu diketahui, bahwa karya sejarah tidak hanya bertujuan untuk menceritakan peristiwa yang pernah terjadi, tapi untuk lebih memperjelas penyebab, kondisi lingkungan, termasuk kondisi sosial, politik, dan budaya yang ada. Untuk mewujudkan hal itu, maka penelitian ini menggunakan konsep peranan dan kepemimpinan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih rinci dan kritis. Kedua konsep tersebut memiliki peranan untuk memahami kehidupan dan kiprah Saikin Suriawidjaja terhadap eksistensi Front Pemuda Sunda di Jawa Barat (1924-1960).
II. PEMBAHASAN
Saikin Suriawidjaja lahir pada tanggal 14 April 1924, di Cibatu Kabupaten Garut. Ia anak pertama dari tujuh bersaudara. Ayahnya Dira Soerawidjaja merupakan mantri kehutanan yang bekerja dengan Belanda, sehingga cukup berpengaruh di Garut Selatan (wawancara dengan Mia Suhara, 15 April 2012). Di dalam keluarganya Saikin Suriawidjaja dikenal sebagai anak yang berkepribadian baik, tegas, taat beragama dan tanggung jawab. Ia memiliki potensi akademik yang mendukung karirnya. Oleh sebab itu di dalam riwayat pendidikannya, Saikin Suriawidjaja pernah sekolah di sekolah orang Belanda (HIS, Sekolah Pertanian di Malang, MLS di Bogor, dan HBS di Menteng). Setelah lulus Saikin Suriawidjaja menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Bogor (IPB) (Rosidi dalam Pikiran Rakyat, 8 Oktober 2005).
Selain cerdas, maka Saikin Suriawidjaja merupakan pemuda yang perduli terhadap negara. Hal itu karena ia tumbuh di tengah gejolak bangsa yang sangat kompleks. Di awal kemerdekaan Saikin Suriawidjaja pernah ikut mempertahankan Kota Tasikmalaya. Ia tergabung dalam pasukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Resimen VIII pimpinan Letnan Kolonel Supyan Iskandar yang seterusnya menjadi Divisi Siliwangi (Marlina, 2006: 2). Saikin Suriawidjaja juga memimpin para pejuang TNI untuk bersatu dalam melawan Belanda di Grogor, Balikpapan, Kaltim (Rosidi, 2003: 342). Disebutkan pula saat Saikin Suriawidjaja bergabung dengan TRI (yang kemudian menjadi TNI), ia menjadi staf Resimen bersama Letnan Umar Wirahadikusumah (mantan Wakil Presiden RI pada masa itu) (Rosidi dalam Pikiran Rakyat, 8 Oktober 2005). Kontribusi Saikin Suriawidjaja dalam mendukung kemerdekaan Indonesia tidak hanya melalui jalur militer, tapi juga politik. Hal itu didukung oleh pengangkatannya sebagai anggota KNIP pada tahun 1947 (pada saat sidang KNIP ke-V di Malang tanggal 5 Februari-6 Maret 1947) (Suriawidjaja, t.th: 5).
Terkait dengan karir Saikin Suriawidjaja, maka perlu diketahui bahwa ia pernah menjadi dosen di IPB dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor (1961-1963). Ia juga pernah menjadi Direktur PT. Baud Indonesia di Jakarta (1964-1972), Managing Supervisor PT Wisma Surya di Surabaya (1974-1975), Direktur PT. Molindo Raya (1976-1978), Presiden Utama PT Mutu Kimia Utama (1978-1980), dan konsultan lepas bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan (Rosidi, 2003: 342).
Perjalanan hidup Saikin Suriawidjaja merupakan bagian dari rencana Tuhan, dalam kongres pemuda Sunda tahun 1956 Saikin Suriawidjaja bertemu dengan wanita Sunda yang manis. Ia adalah Kuswati, seorang gadis Sunda keluaran dari SGTK Kartini (Suriawidjaja, t.th: 3). Pertemuan Rd. Kuswati dan Saikin Suriawidjaja yang disebutkan tadi (melalui kongres pemuda Sunda 1956) berujung pada suatu pernikahan. Pasangan ini kemudian dikarunia empat anak perempuan, yaitu Dewi Nuspiyah, Endang Hanimah, Yayan Nuryamah dan Epon Suliyamah (wawancara dengan Yayan Nuryamah, 13 April 2012). Seiring berjalannya waktu, maka tepat hari Sabtu, 1 Oktober 2005 Saikin Suriawidjaja meninggal. Ia adalah sosok idealis yang selalu ingin memperjuangkan kepentingan orang banyak. Prinsip hidupnya tidak keluar dari jalur dimana ia selalu berpedoman kepada aturan agama dan norma (wawancara dengan Yayan Nuryamah, 13 April 2012).
Terkait dengan hal itu, maka semasa mudanya (tempat pada masa pergerakan), Saikin Suriawidjaja tampil dalam kehidupan politik di tanah air. Episode mengenai Revolusi Indonesia mengalami berbagai masalah yang kompleks. Negara yang baru merdeka adalah negara muda yang masih harus membenahi pemerintahan. Apalagi pada tahun 1950-an negara mengalami kekacauan akibat gangguan keamanan. Khusus di Jawa Barat, DI/TII merajalela hingga membuat pemerintah kewalahan. Hal itu menimbulkan ketidakpuasan rakyat. Oleh itu, muncullah kesadaran putra daerah yang ingin memperjuangkan kepentingan rakyat. Dengan bekal pendidikan dan identitas kedaerahan, maka pemuda Sunda berpartisipasi dalam pergerakan, tidak terkecuali Saikin Suriawidjaja.
Dari situ Saikin Suriawidjaja kemudian bergabung dalam Front Pemuda Sunda. Sesuai itu, maka kiprah Saikin Suriawidjaja dalam Front Pemuda Sunda ditentukan oleh pemikirannya yang meliputi ideologi Kesundaan dan pandangannya terhadap pemerintahan Soekarno. Menurut Saikin Suriawidjaja orang Sunda memiliki pandangan hidup dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi orang Sunda hendaknya memiliki sikap menjunjung tinggi hukum, membela negara dan menyuarakan hati rakyat (Suriawidjaja, 2001: 3). Jadi landasan Saikin Suriawidjaja terjun dalam pergerakan orang Sunda pada masanya tidak terlepas dari konsepsi Sunda yang jadi pedomannya. Orang Sunda adalah manusia dengan kepribadian seperti jaman Kerajaan Sunda (Raja-raja Sunda melambangkan kepemimpinan panutan orang Sunda dan bukan kekuasaan yang dipuja). Tidak seperti pada masa revolusi atau pemerintahan saat itu. Menurut Saikin Suriawidjaja, sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah sifat ksatria dan kepahlawanan, teguh pendirian, harga diri yang tinggi, penuh tanggung jawab, sepi ing pamrih, jembar hati tak dendam dan sirik, pidik, besar rasa kemanusiaan, jujur dan adil, serta arif dan bijaksana (Suriawidjaja, 2001: 3).
Kemudian, penyebab terjunnya Saikin Suriawidjaja dalam Front Pemuda Sunda dikarenakan kekecewaannya pada pemerintahan terkait dengan pengaruh komunis. Apalagi gaya pemerintahan saat itu tidak sesuai dengan berbagai masalah yang dihadapi rakyat. Perlu diketahui bahwa sisa pendudukan Jepang menyebabkan kemiskinan yang merata di seluruh tanah air. Jadi bukan orang Sunda saja yang menderita, tapi seluruh Indonesia. Sanking menderitanya, maka di Sunda sendiri pernah merasakan makan gaplek. Keadaan tersebut akibat adanya gangguan dari DI/TII yang disinyalir sebagai sisa-sisa PKI, sehingga ketenangan rakyat Jawa Barat mulai terganggu, namun pemerintah yang berkuasa tidak menunjukkan respon apalagi mengulurkan solusi pada waktu itu (wawancara dengan Suhara Rahardja, 15 April 2012).
Menurut Saikin Suriawidjaja keadaan tersebut tidak ideal. Pada waktu itu struktur kehidupan sosial dan politik mulai hancur. Politikus di Jakarta menunjukkan bahwa norma yang ada dapat diabaikan. Apalagi masa krisis sosial dan ekonomi saat itu banyak diselingi dengan fenomena korupsi dan kesan pemimpin yang suka berkunjung ke berbagai negara. Permasalahan yang tidak kunjung selesai dan aspirasi rakyat yang diabaikan mendorong Pemuda Sunda 1950-an mulai kritis dan bergerak ke arah politik, tidak terkecuali Saikin Suriawidjaja. dengan bekal pendidikan dan pemahaman politiknya, maka Saikin Suriawidjaja ketika menjadi mahasiswa di IPB menghimpun rekan-rekannya dalam organisasi Putera Sunda (wawancara dengan Yayan Nuryamah, 13 April 2012)
Sehubungan itu, adanya organisasi tersebut merupakan cikal bakal Front Pemuda Sunda. Di bawah pimpinan Alisyahbana Kartapranata dari Putra Sunda, maka hasil kongres pada 18 Maret 1956 telah menghasilkan satu keputusan bersama untuk mendirikan “Front Pemuda Sunda” (Marlina, 2011: 3). Gerakan tersebut merupakan wadah perjuangan orang Sunda. Front Pemuda Sunda mempunyai perspektifnya sendiri dalam membangun Jawa Barat. Adapun kepentingan yang akan diperjuangkan ialah menyangkut aspek sosial, ekonomi, dan politik, namun perjuangan yang ditempuh melalui jalur politik (Marlina, 2011: 3).
Perjuangan Front Pemuda Sunda mendapat tantangan dari pemerintah. Hal itu karena gerakan ini dianggap subversif dan gangguan keamanan. Apalagi pada 17 Agustus 1956 Front Pemuda Sunda menyebarkan pamflet yang isinya menentang keras pemerintah. Akibatnya pemimpin gerakan tersebut dan petinggi lainnya ditangkap (Adeng R. Kusumawidjaya dan Adjam S. Syamsupradja). Sejak saat itu kepemimpinan dalam Front Pemuda Sunda sepenuhnya berada di tangan Saikin Suriawidjaja. Dengan kedudukannya sebagai ketua, maka Saikin Suriawidjaja berperan dalam menentukan arah dan cita-cita Front Pemuda Sunda.
Adapun eksistensi Saikin Suriawidjaja dalam Front Pemuda Sunda dikarenakan keberhasilannya dalam menyelenggarakan Kongres Pemuda Sunda I pada tanggal 4-7 November 1956 (saat kongres Saikin Suriawidjaja menjabat sebagai ketua presidium). Selanjutnya, ia juga berkontribusi dalam merumuskan kesimpulan kongres yang menginginkan agar Sunda menjadi negara bagian Republik Indonesia (negara federasi). Tidak hanya itu, Saikin Suriawidjaja bahkan berperan dalam pembentukan DKPS (Dewan Komando Pemuda Sunda) (Presidium Kongres Pemuda Sunda: Susunan Wangunan Dewan Komando Pemuda Sunda “Dasar Papagon Perdjuangan Sunda”, 17 Desember 1956. No.2/FPS/56).
Adapun tujuan dari Front Pemuda Sunda seperti yang tercantum dalam keputusan kongres 4-7 November 1956 sebagai berikut :
1. Front Pemuda Sunda menentang segala tuduhan dan hasutan golongan yang menyatakannya sebagai gerakan anti Jawa. Front Pemuda Sunda juga mengakui keberadaannya sebagai organisasi legal yang berdasarkan atas paham demokrasi.
2. Hasil kongres menentang sistem pemerintahan sentralisasi dan menuntut sistem desentralisasi. Menuntut otonomi seluas-seluasnya kepada daerah.
3. Menginginkan terbentuknya negara federasi, supaya dapat menentukan nasib sendiri dalam lingkungan R.I.
4. Tidak menerima kebijakan pemerintah yang dianggap melalaikan kebutuhan daerah, bahkan pemerintah dinilai telah menghisap kekayaan dan tenaga daerah.
5. Menentang pemerintah yang dianggap menyimpang dari tujuan proklamasi dan Pancasila (Soekarno yang dianggap mendapat pengaruh PKI).
6. Menginginkan agar nama Jawa Barat diganti dengan nama “Sunda”.
7. Mempunyai keinginan untuk membasmi DI/TII yang dianggap merusak Jawa Barat. Di samping itu mengingatkan pemerintah untuk mengurusi janda dan anak-anak yatim akibat korban revolusi dan DI/TII.
8. Menjunjung demokrasi dengan menghargai tuntutan daerah seperti Pasundan, Aceh, dan Minahasa dan menuntut pemerintah untuk mengabulkan keinginan daerah-daerah tersebut.
9. Menginginkan perubahan politik personalia agar kedudukan penting pemerintah dipegang oleh orang Sunda, serta menghendaki agar orang yang memiliki jabatan rangkap agar melepas salah satu jabatannya
10. Membentuk DKPS untuk mengamankan segala hasil keputusan kongres. Selain itu, menginginkan agar putra Sunda mendapat kesempatan mengamankan daerahnya.
11. Menginginkan pemerintah untuk memperbaiki kehidupan rakyat di Pasundan, terutama dalam bidang sosial-ekonomi.
12. Menyatakan Gajah Mada sebagai penjajah yang menimbulkan perpecahan di kalangan suku bangsa.
13. Mengusulkan dibentuknya Universitas Negeri di Jawa Barat karena pada waktu itu ITB dan IPB masih sebagai bagian dari Universitas Indonesia (kelak menjadi cikal bakal terbentuknya Universitas Padjajaran) (Keputusan Kongres Pemuda Sunda, 7 November 1956: 1-9).
Hasil keputusan tersebut, disepakati oleh semua peserta kongres. Selain itu, harapan dari terlaksananya kongres tersebut adalah kepekaan pemerintah untuk memperhatikan masyarakat Indonesia, khususnya Sunda dalam bidang keamanan, kesejahteraan, dan kebudayaan. Di samping itu kesimpulan umum yang dihasilkan Kongres Pemuda Sunda menyatakan bahwa “Keamanan dan pelaksanaan sosial-ekonomi dan kebudayaan itu akan lebih terjamin dalam bentuk negara federasi yang akan menguntungkan semua suku bangsa daripada bentuk negara kesatuan. Oleh karena itu sunda harus dijadikan negara bagian Republik Indonesia” (Rosidi, 2003: 59).
Keputusan Kongres yang melahirkan Presidium Dewan Komando Sunda dan upaya mendirikan negara federasi yang tidak sesuai dengan NKRI membuat gerakan ini mendapat hambatan dari pemerintah. Pada tanggal 7 Mei 1957 para pemimpin Pemuda Sunda yang berkumpul di Kebayoran Baru/ Jl. Benda ditangkap. Semuanya adalah Presidium Dewan Komando Sunda yaitu Gumbira (Ketua), Saikin Suriawidjaja (Wakil Ketua), Alibasjah Kartapranata (Sekjen), Nana Sutresna, Mulauri Kartawana, Adjam Syamsupradja (Anggota), dan lain-lain (Atmakusumah, 2002: 13).
Setelah Kongres Pemuda Sunda tidak ada kegiatan yang menonjol dari Front Pemuda Sunda, namun gerakan tersebut tidak pernah bubar. Artinya organisasi itu hidup dan terus berjuang. Apabila tidak Front Pemuda Sunda tidak terlihat dengan aktivitas politiknya itu disebabkan menghilangnya para tokoh karena faktor usia. Jadi Front Pemuda Sunda tidak pernah bubar, dibubarkan atau membubarkan diri. Hal itu karena tidak ada pernyataan resmi yang membubarkan (wawancara dengan Suhara Rahardja, 15 April 2012).
III. SIMPULAN
Saikin Suriawidjaja berasal dari keluarga yang mengutamakan pendidikan. Dengan pendidikan ia tumbuh menjadi sosok yang intelek dan kritis. Sikap kritis itu muncul karena Saikin Suriawidjaja tumbuh di negara muda yang mengalami masalah ekonomi dan keamanan. Sebagai orang Sunda, Saikin Suriawidjaja sempat merasakan ketersisihan etnis. Keadaan itu menempa pemahaman tokoh Sunda ini untuk tidak setuju dengan Negara Kesatuan. Dari situ ia mulai memahami politik. Saikin Suriawidjaja menganggap sistem pemerintahan yang berdaulat tidak sesuai dengan tujuan proklamasi 1945. Apalagi terdapat banyak kepincangan dalam mengelola negara di masa Soekarno (1950-an). Oleh sebab itu, Saikin Suriawidjaja menghendaki terbentuknya negara federasi. Hal itu dianggap menguntungkan semua suku, tidak terkecuali untuk Sunda.
Berdasarkan alasan itu, maka Front Pemuda Sunda adalah jawaban untuk mewujudkan keinginan tersebut. Dari situ Saikin Suriawidjaja kemudian terjun ke dalam kehidupan politik negara Indonesia. Melalui Front Pemuda Sunda ia dapat mengeluarkan pemikirannya tentang situasi negara. Di dalam gerakan tersebut Saikin Suriawidjaja memiliki peranan dalam pendirian dan pelaksanaan aktivitas politik. Di bawah kepemimpinan Saikin Suriawidjaja Front Pemuda Sunda semakin eksis.Hal itu terlihat dari sikap dan kegiatan gerakan tersebut dalam mengkritisi pemerintah. Padahal Front Pemuda Sunda mendapat tantangan keras dari pemerintah (akibat peristiwa pamflet). Di tengah situasi itulah, sosok Saikin Suriawidjaja kemudian muncul. Saikin Suriawidjaja berhasil menanamkan kepercayaan diri anggota-anggotanya atas kegiatan dan tujuan Front Pemuda Sunda. Ia sangat menentukan arah perjuangan Front Pemuda Sunda. Selain itu, wujud konkret dari peranannya terlihat dari keberhasilan Front Pemuda Sunda melaksanakan Kongres. Kongres tersebut berperan dalam pergerakan orang Sunda. Adapun salah satu hasil keputusan kongres yang bersumber dari ide Saikin Suriawidjaja adalah upaya pembentukan negara federasi dan pendirian DKPS. Meskipun di akhir tahun 1950-an Front Pemuda Sunda mendapat hambatan yang serius dari pemerintah, namun tidak dipungkiri bahwa gerakan tersebut memiliki eksistensi, semua berkat kiprah Saikin Suriawidjaja.
IV. UCAPAN TERIMA KASIH
Subhaanallahi wal hamdulillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Ungkapan tersebut adalah kata pertama yang mengiringi rasa syukur penulis. Maha suci Allah dan segala puji bagi Allah. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya yang berjudul “Peranan Saikin Suriawidjaja dalam Front Pemuda Sunda di Jawa Barat (1924-1960)”.
Rasa lelah dan jenuh penulis mengalami kesirnaan karena dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Dadang Suganda, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya; kepada Bapak Awaludin Nugraha, Drs., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, yang merangkap sebagai Dosen Wali Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Padjajaran 2008, selain itu Bapak Awaludin merupakan pembimbing utama; kepada Ibu Rina Adyawardhina, Dra., M.Si., selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan saran dan arahan selama proses bimbingan; kepada Bapak Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I yang pernah memberi motivasi, diskusi, dan evaluasi selama perkuliahan Seminar Skripsi; kepada Ibu N. Kartika, S.S., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini; kepada Ibu Prof. Dr. H. Itje Marlina, M.Si., selaku dosen dan narasumber yang telah membagi pengetahuannya kepada penulis, ; serta seluruh staf pengajar Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran yang telah berkenan membagi ilmu dan pengetahuannya kepada penulis.
Penulis juga menghaturkan banyak terima kasih kepada seluruh keluarga Saikin Suriawidjaja yang memperkenankan diangkatnya topik ini. Apalagi keturunan dan kerabat Saikin Suriawidjaja bersedia membagikan sumber informasi berupa dokumen, foto, catatan harian Saikin Suriawidjaja, surat kabar sejaman, buku keluarga, dan sumber lisan. Di samping itu ucapan terima kasih juga diperuntukkan kepada berbagai perpustakaan yang telah dikunjungi penulis selama proses heuristik.
Sembah bakti dan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada Ayahanda Suid dan Ibunda Yusnida Sari yang telah membimbing, mendidik, memberi doa restu, dan semangat kepada penulis. Mereka adalah orang tua terhebat karena mampu menjadi inspirasi di tengah rasa malas dan keterpurukan yang sempat dihadapi penulis. Rasa tanggung jawab dan keinginan untuk tidak mengecewakan keduanya merupakan motivasi utama terselesainya karya ini.
Banyak terima kasih juga penulis sampaikan kepada guru-guru yang pernah memberikan ilmu di sekolah. Selain itu penulis sampaikan terima kasih kepada pihak penyedia beasiswa pendidikan (Sanbe Farma) dan Alumni Ilmu Sejarah yang telah memberi dana penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh anggota keluarga besar atas dukun dukungan moril dan materil. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh rekan seperjuangan di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, khususnya angkatan 2008. Kemudian penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Putri Hayuningtyas dan Dwi Vina Lestari. Dukungan yang luar biasa penulis peroleh dari persahabatan. Mereka adalah pendengar yang baik, rekan diskusi dalam pelajaran, serta teman keseharian.
Dari keseluruhan pihak yang berkontribusi maka ada sosok terpenting dan berpengaruh atas terciptanya karya ini. Penulis ucapkan rasa terima kasih yang amat mendalam kepada Oki Nensa Faresta. Sebagai orang yang amat istimewa bagi penulis, Oki telah berkontribusi dalam menumbuhkan kepercayaan diri dan mengingatkan penulis dalam memenuhi tanggung jawab akademiknya. Selain itu dengan kerendahan hatinya telah bersedia memberi saran dan koreksi atas tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini memiliki banyak kekurangan. Mudah-mudahan kekurangan ini membuat penulis terus berendah hati, dan karenanya, akan selalu belajar untuk memperbaiki kesalahan. Harapan penulis, karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan isi pembahasannya, atau paling tidak membutuhkan informasi mengenai topik penelitian ini. Selain itu, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan kepada dunia ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Sejarah.
Bandung, 6 November 2012
Penulis,
DAFTAR SUMBER
A. ARSIP
Keputusan Kongres Pemuda Sunda di Bandung TGL. 5-6-7 November 1956, 7 November 1956, pukul 18.41, Bandung
Presidium Kongres Pemuda Sunda: Susunan Wangunan Dewan Komando Pemuda Sunda “Dasar Papagon Perdjuangan Sunda”, disertai lampiran, 17 Desember 1956. No.2/FPS/56.
B. BUKU
Finaldin, Tom dan Sali Iskandar. 2006. Presiden RI dari Masa keMasa.Bandung: Jabar Education and Enterpreneur Center.
Herlina, Nina. 2008. Metode Sejarah.Bandung: Satiya Historika.
Ibrahim, Julianto. 2004. Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan; Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta.Jakarta: Bina Cipta Pustaka.
Riclekfs, Mc.2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Edisi Revisi). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Rosidi, Ajip. 2003. Apa Siapa Orang Sunda.Jakarta: Kiblat.
-------------. 2003. Tulak Bala Sistim Pertahanan Tradisional Masyarakat Sunda dan Kajian Lainnya mengenai Budaya Sunda. Bandung: Yayasan Pusat Studi Sunda
C. KORAN
Rosidi, 2005, “Mengenang Ir. Saikin Suriawidjaja (1924-2005)”. Pikiran Rakyat, 8 Oktober 2005.
D. ARTIKEL
Marlina, Itje. 2006. Memperingati Satu Tahun Wafatnya Ir. Saikin Soerawidjaja. Suriawidjaja, Saikin. 2001. Mengungkap Jati Diri Ki Sunda. Suriawidjaja, Saikin. Penteukeuh Jeung Gurat Batu.
E. MAKALAH
Atmakusumah, Hasan Wahyu. 2002. Dampak Terbentuknya Gerakan Pemuda Sunda Terhadap Kehidupan Sosial Politik Waktu Itu. Makalah disampaikan pada Temu Tokoh Sejarah Gerakan Pemuda Tahun 1950-an, Diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Pada 28 Agustus 2002 di Bandung.
Marlina, Itje. 2011. “Gerakan Front Pemuda Sunda dan Perjuangannya di Jawa Barat” Makalah disampaikan pada konferensi internasional “Budaya Sunda” ke-2 12 Desember 2011 di Bandung. Hlm 1-8.
F. WAWANCARA
Wawancara Ibu Yayan Nuryamah pada 13April 2012 Nama : Yayan Nuryamah Tempat, tanggal lahir : Bandung, 11 Mei 1966 Alamat : Taman Cibaduyut Blok L Indah No. 63 Bandung. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tempat Wawancara : Taman Cibaduyut Blok L Indah No. 63 Bandung.
Wawancara Bapak Suhara Rahardja pada 15 April 2012 Nama : Suhara Rahardja Tempat, tanggal lahir : Cianjur, 17 Juli 1937 Alamat : Jl. Saturnus Utara XVII No. 25, Margahayu Raya. Pekerjaan : Pensiunan PTP XIII Tempat Wawancara : Jl. Saturnus Utara XVII No. 25, Margahayu Raya,
Wawancara Ibu Mia Suhara pada 15 April 2012 Nama : Mia Suhara Tempat, tanggal lahir : Tasikmalaya, 31 Juli 1940 Alamat : Jl. Saturnus Utara XVII No. 25, Margahayu Raya. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tempat Wawancara : Jl. Saturnus Utara XVII No. 25, Margahayu Raya,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bicara,dan membicarakan FPS,Front Pemuda Sunda.Tidaklah sebatas Saikin Suriawidjaja.Tanpa,sosok tokoh sentral R Adeng S Kusumawidjaja dan kawan kawan,juga sosok Ajip Rosidi sebgai pencetus dari KPS I,Kongres Pemuda Sunda I.Juga,yang telah menuangkannya dalam bentuk buku di hari ultahnya yang ke 50 Tahun,itu.Bersyukur sebagai bukti sejraah yang tidak ternilai,sekaligus menghindar kan pembengkokan dan manipulatif sejarah,pula!.Walau,ada yang perlu ditambahkan dan dikoreksi sebgai penglurusan dan penambahan isi dari karya2nya itu.Seperti,R Adeng S Kusumahwudjaja sebgai Ketum FPS,Adjam Syamsupradja sebgai Sekjennya.Dan,jangan lupa Ketum FPS itu,sosok penulis handal juga dgn KIASKAWI,sebagai sandiasmanya yang sering menulis di Warga dan sebagainya. Kedua,bahwa Adeng,tidak ditangkap atau tertangkap tapi datang sendiri demi melihat banyak para nonoman waktu itu banyak yang ditangkapi,tanpa kejelasan kesalahnnya.Ketiga,banyak yang tidak tahu atau belum tercatat bahwa pasjka FPS dan KPS I,Bung Karno,Presiden RI pertama itu,mengirim utusannya dan menawrkan jabatan dikabinetnya sebagai salahsatu menterinya...tapi apa yang terjadi Kang Adeng...menolaknya!.Demikian kurang lebihnya.Salam
BalasHapus