PEMBAHASAN
HISTORIOGRAFI ISLAM
Historiografi Islam adalah karya sejarah yang ditulis oleh penganut agama Islam dari berbagai aliran. (Abdulah, Taufik :1985 : 56). Adanya buku “Sejarah Peradaban Islam” karya Syalabi, yang isinya memaparkan mengenai keadaan bumi Arab sebelum masuknya Islam dapat dikatakan sebagai fenomena Hegemoni dari bangsa Arab dan terlahirnya Islam di Bumi Arab membuat penganut aliran agama Islam ditemukan di Jazirah tersebut. Namun demikian, tidak semua karya Historiografi Islam selalu identik dengan bahasa Arab. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya penggunaan bahasa lainnya seperti bahasa Persia (pada awal abad kesepuluh), dan bahasa Turki (pada abad ke-16). Selain itu kita bisa temukan pula adanya golongan minoritas yang berada di bawah kekuasaan Islam, terutamanya adalah aliran Kristen Timur yang menulis karya sejarah sama dengan karya muslim. Adanya hasil karya sejarah yang hasil tulisan, bentuk, teknik dan nilainya telah menjiwai historiografi Islam sejak abad pertengahan hingga abad ke-19, perlahan-lahan kini telah ditinggalkan. (Abdulah, Taufik :1985 : 56).
1. Asal Mula Sejarah
Perkembangan penulisan sejarah Islam terletak pada konsep Islam sebagai agama yang mengandung sejarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian orang Arab terhadap peristiwa yang berkaitan dengan politik kesukuan pada masa sebelum masuknya Islam. Adapun peristiwa pada masa lalu ketika itu disampaikan secara lisan.(Abdulah, Taufik :1985 : 56). Biasanya didaerah yang menjadi taklukan Islam pada abad ke-17 seperti Persia dan Bizantium telah ditemukan tradisi Historiografi yang sudah maju, walaupun tidak mengalami perkembangan yang pesat. Adanya daerah kekuasaan Islam menimbulkan adanya kontak secara pribadi dengan para cendikiawan Islam, ataupun bagi orang yang baru memeluk Islam. Kondisi seperti inilah yang kemudian mendorong diadakan penulisan.(Abdulah, Taufik :1985 : 56). Bukti dari keberadaan para Al Khulafaur’ Rasyidun dengan berbagai sejarah ekspansinya, maka dapat memperkuat sejarah yang menunjukan bahwa Hegemoni Islam telah berhasil menyebar ke beberapa wilayah yang ada di dunia ini.
Keberadaan Nabi Muhammad adalah puncak dari pelaksanaan proses sejarah yang dimulai dengan terciptanya alam dunia ini. Hal ini karena Nabi Muhammad ialah Nabi terakhir dalam ketentuan Allah yang diramalkan dengan jelas. Menurut Taufik Abdulah dan Abdurrachman Surjomihardjo, Nabi Muhammad adalah tokoh pembaharuan sosial agama yang melaksanakan kenabian dalam memberikan tuntutan bagi masa depan. Sehingga keberadaan Nabi Muhammad dianggap telah menyediakan kerangka bagi wadah sejarah agar mempermudah Sejarawan melakukan penafsiran. Uraian diatas ini juga diperkuat oleh adanya buku Syalabi yang makin memperkuat kedudukan Nabi Muhammad dalam sejarah Islam. Keturunan Quraisy yang kelak menjadi pemimpin ini memang tidak dapat disingkirkan dalam penulisan Historiografi Islam. Asal- usul dan sejarah keluarganya kebanyakan ditemui dalam karya-karya Islam.
Sejarah mengenai peristiwa masa lalu tentunya berperan bagi perkembangan peradaban Islam. Adanya lembaga politik, hukum, agama, dan ilmiah serta ide moral dan nilai dianggap memiliki wewenang mutlak terhadap peristiwa yang terjadi pada permulaan Islam. Dengan adanya kesadaran sejarah maka mendorong dilaksanakan penelitian dan penulisan. Hal ini tentunya sangat berkaitan dengan kebenaran sejarah mengenai peristiwanya. Penulisan Historiografi Islam tidak cukup dengan adanya motivasi saja. Hal ini karena didalam pelaksanaan penulisan haruslah menempuh berbagai proses yang tidak mudah untuk ditelusuri. Adanya berbagai kesalahan teknis tentunya sangat berperan terhadap kredibilitas dari penulisan saat itu. Misalnya saja sumber lisan yang diperoleh, tentunya bisa benar dan bisa saja tidak benar informasinya. Diperkirakan adanya penggunaan metode penyampaian lisan (oral transmission) dengan sebuah pelapor catatan yang bisa saja tak terpublikasikan saat itu. Hal ini karena tidak ada kemungkinan publikasi karya bahasa Arab pada akhir abad ke-17. Hanya saja adanya penggunaan kertas pada kira-kira 750, atau permulaan Dinasti Abbasiah mendorong adanya penulisan terutama disekitar kawasan Laut Tengah. Walaupun pada kenyataannya karya saat itu hampir seluruhnya tidak beredar luas, dan hanya sedikit yang bisa disebut sebagai karya Sejarah.(Abdulah, Taufik :1985 : 57)
Kondisi politik bangsa Arab yang identik dengan pergantian kekuasaan membuat sebagian besar karya sejarah Islam banyak yang hilang saat itu. Misalnya saja karya-karya yang berkembang pada masa kekuasaan Umayyah (660-750). Apalagi ketika itu belum diciptakannya penerbitan serta keberadaan bahan tulis yang tidak tahan lama, sehingga dapat dikatakan sebagai faktor musnahnya karya-karya saat itu.(Abdulah, Taufik :1985 : 57)
Urwah b. az-Zubyar, sekitar 650-711, merupakan seorang sarjana muslim yang berjasa melakukan penulisan buku berjudul “Peperangan Oleh Nabi”. Setelah beliau maka terdapat Al-Zuhri (570-740) yang membuat sebuah silsilah bangsa. Adapun faktor lain yang membuat Zuhri melakukan penulisan tentunya memiliki kepentingan pribadi masa kekuasaan khalifah. Selain itu karya otoritas ketiga yang ada pada awal permulaan Islam terdapat pada karya Musa b. Uqbah (758/759), dimana karya musa tidak seluruhnya sejarah karena bentuknya adalah fragment singkat. Namun demikian adanya biografi Nabi (Sirah) oleh Ibn Ishaq (704-767) merupakan suatu karya sejarah yang dianggap tua dan terpelihara, bahkan pada perkembangan selanjutnya mengalami perbaikan.(Abdulah, Taufik :1985 : 58)
Adapun karya Ishaq berisikan peristiwa yang erat kaitannya dengan masa sebelum masuknya Islam. Dimana kehidupan Nabi saat itu juga dipaparkan dengan sangat rinci. Sehingga Ishaq dapat dikatakan sebagai pengarang yang berjasa terhadap khalifah. Sehingga dengan adanya bukti sejarah yang ditemukan, kita dapat menarik kesimpulan mengenai penulisan sejarah sekitar tahun 700 yang fokus terhadap kehidupan Nabi Muhammad yang saat itu mulai mengisi kebutuhan sosial, politik, dan agama Islam. Selain itu diduga bahwa adanya dasar dalam penulisan sejarah, pada tingkat tertentu sudah ada saat itu.(Abdulah, Taufik :1985 : 58).
2. Bentuk dan Isi Karya Sejarah
Bentuk penulisan karya sejarah Islam tentunya tidak akan terlepas pada bentuk yang dikembangkan sejak awal. Pada tradisi Arab sebelum masuknya Islam sangat menekankan unsur “fakta” konkret dalam sejarah. Hal ini tentunya terlepas dari pengaruh lingkungan dan diusahakan terhindar dai pengaruh berfikir manusia saat itu. Hal ini merupakan bentuk dasar dari adanya karya-karya sejarah Islam. Walaupun adanya berbagai macam perwatakan dan unsur, namun dalam penulisan sebab dan akibat sangat diutamakan dalam pemaparan. Kebenaran sejarah saat itu disamakan dengan kebenaran agama yang terjamin kejujurannya.(Abdulah, Taufik :1985 : 58). Orang-orang yang menyampaikan informasi secara berantai saat itu (rangkaian pemberi berita atau isnand) dianggap sebagai orang-orang yang jujur. Pada kenyataannya tidak semua sejarawan menggunakan orang-orang penyampai berita ini, namun konsep keberadaan “fakta” saat itu merupakan hal yang sangat ditunjang. Adanya pengaruh dari konsep ini terlihat pada seluruh karya Islam yang dilukiskan sebagai peristiwa, episode, terlepas dari panjang, terperinci atau kemampuan penggambaran episode sesorang.(Abdulah, Taufik :1985 : 58).
3. Kronik
Adanya penulisan sejarah tentunya akan mengalami perkembangan. Begitupula hal nya dalam penyusunan karya sejarah dimana data yang dihimpun akan selalu bertambah. Keadaan ini tentunya sangat bermanfaat dalam penetapan dinasti sesuai dengan urutan penguasa dan tahun-tahun kejadiannya. (Abdulah, Taufik :1985 : 59). Adanya dinasti seperti pergantian kekhalifahan tentunya juga akan menunjukan manfaat dari historiografi dalam hal publikasi untuk menunjukan proses dan rentang waktu peristiwa. Adanya masa hijrah sekitar tahun 638, akan memberikan keuntungan bagi sejarawan muslim. Hal ini tentunya akan mempermudah penyusunan kronologi yang sudah tidak diragukan lagi untuk digunakan. Dengan adanya tahun dan waktu yang ditentukan ketetapannya, maka akan memudahkan untuk menghubungkan peristiwa lain seperti dengan penyesuaian masa kekuasaan. Hal ini digunakan untuk menyatukan adanya episode yang terpecah-pecah. Apabila cara ini dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bentuk tambahan (suplemen) yang disebut “dyal” (ekor), maka adanya kekeliruan akan sangat jarang untuk ditemui, meskipun laporan peristiwa yang ada memakan waktu bertahun-tahun.(Abdulah, Taufik :1985 : 59).
Cara diatas dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penyambungan atau pengulangan bahan- bahan pada masa lalu yang diuraikan dengan penyingkatan yang terperinci, terutama jika mendekati masa penulisan karya itu sendiri. Selain itu biasanya para pengarang akan memberikan tanggal, bulan dan hari yang sesuai dengan peristiwa, bahkan berita-berita biasa. Karya khalifah b. Khayyat dalam bahasa Arab, pada awal abad-9 merupakan karya sejarah (kronik) tertua. Selain itu karya Tabari (923), merupakan karya standar yang terdiri dari beberapa historiografi kronik dan kemudian akan mempengaruhi arah penulisan selanjutnya.(Abdulah, Taufik :1985 : 59).
4. Biografi
Biografi merupakan salah satu dari bagian studi yang dikembangkan oleh sejarawan muslim. Di dalam biografi bukan hanya fakta mengenai sejarah manusia dan tindakan-tindakannya saja yang dikemukakan, akan tetapi adanya penekanan penulisan sejarah Islam pada awal permulaan juga ikut dipaparkan. Dimana karya sejarah saat itu sangatlah mementingkan keberadaan tokoh-tokoh besar, seperti Muhammad dan situasi yang menggambarkan Islam masa dulu. Walau demikian, saat itu juga diperhatikan mengenai penyelidikan kehidupan orang-orang yang memiliki kaitan dengan hukum dan agama Islam, serta mengetahui tanggal lahir dan wafat mereka, hubungan dengan daerah, guru, pengikut, sifat, ahlak, karya, dan kegiatan mereka.(Abdulah, Taufik :1985 : 60).
Adanya individu yang dianggap berpotensi untuk ditulis, maka akan menempatkan biografi untuk menjadi suatu karya yang besar, walau harus menggunakan tema yang sama. Bigrafi bentuknya singkat dan permulaannya berupa bentuk riwayat hidup dari tokoh terkemuka. Biasanya biografi menyangkut orang dari kalangan cendekiawan tertentu yang dikumpulkan di dalam karya khusus. Sedangkan bagi biografi yang mengutamakan orientasi pada agama tentunya akan menjadikan biografi ulama sebagai bagian terbesar dari historiografi lokal.(Abdulah, Taufik :1985 : 60).
Dalam memudahkan referensi, biografi disusun dalam kelompok kelas yang disebut “tabaqah”. Adanya karya ini mencakup mengenai orang yang wafat dalam waktu bersamaan. Hal ini merupakan cara yang kaku dalam memeuhi kebutuhan ulama untuk menguji keaslian dan kebenaran dari rangkaian orang-orang yang meriwayatkan (transmitter). (Abdulah, Taufik :1985 : 60). adanya perkembangan biografi, maka akan dituntut untuk dilakukan penyusunan sesuai dengan abjad. Hal ini telah dijadikan sebagai metode yang diutamakan dalam biografi sejak abad ke-10. Hal yang perlu untuk ditegaskan bahwa adanya orang dari golongan bawah yang bukan cendikiawan, maka tidak akan dimuat di dalam biografi. Adanya informasi dan fakta yang tidak tersusun akan menyebabkan bahan-bahan ini hilang dan sulit ditemukan. Apabila para sejarawan tidak mengumpulkan data yang berantakan tersebut, maka biografi seperti karya Yaqut (1229), yang berjudul Irshad- al-arib ila ma’rifat al-adib, dan ahli-ahli kedokteran yang dikimpulkan oleh Abi Usaybiah (1270) dalam karya sejarah kedokteran yang berjudul “ Ujun al-anba;fi tabaqat al-atibba, dan biografi tokoh terkemukan yang ditulis oleh Ibn Khalikan (1282), berjudul wafayat al-a’yan.(Abdulah, Taufik :1985 : 60)
5. Sejarah Umum
Di dalam karya historiografi Islam, bahan mentah yang banyak sekali digunakan adalah sejarah yang berkaitan dengan politik yang terbatas pada administrasi dan tindakan militer yang didilakukan oleh para penguasa saat itu. Kita telah ketahui, bahwa banyak sekali peristiwa sejarah yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dan pada permulaan awal abad ke-9 sudah banyak sekali buku-buku karya yang ditemukan. Adapun buku tersebut berkaitan dengan arti politik dan peristiwa khusus. (Abdulah, Taufik :1985 : 61).
Adanya perkembangan sejarah dunia atau sejak kedatangan Islam maka telah menunjukan tingkatan yang dapat dikatakan cukup berhasil. Adanya karya yang bersifat universal dalam pengertian Islam, mampu untuk memasukan informasi maupun data yang lebih luas. Hal ini bisa terlihat dengan data yang diperoleh dari masa-masa sebelum Islam dan sebagian besar tidak menyangkut sejarah non-Islam, walaupun diantaranya menyangkut masalah mengenai Islam.(Abdulah, Taufik :1985 : 61)
Adanya asimilasi dengan kebudayaan Hellenisme tentunya mampu untuk memperluas ruang lingkup Historiografi. Pada akhir abad kesembilan, adanya sejarah politik yang dikaitkan dengan pemikiran mulai membicarakan berbagai gejala peradaban yang dikenal. Hal ini tentunya melahirkan karya besar seperti karya Ya’kubi dan rangkaian publikasi oleh al-Mas’udi (945/946). Selain itu ada karya Muruj az-Zahab yang mempu mempengaruhi karya-karya yang terbit sesudahnya. (Abdulah, Taufik :1985 : 61).
Adanya informasi asing dalam penelitian ilmiah tidak membuat penyelidikan yang secara sistematis tetap berjalan. Hal ini menimbulkan perhatian terhadap dunia modern atau setengah modern dari dunia non-Islam masih terbatas. Dibandingkan dengan sejarah Islam, maka referensi mengenai peristiwa yang ada diluar Islam sangat sedikit sekali ditemui karyanya. Al-Mas’udi misalnya memasukan daftar raja-raja Eropa (lihat Maqbul Ahmad 1960,pp.7-10). Adanya penulis asing biasanya juga melakukan penulisan peristiwa yang terjadi pada arena internasional. Adanya sejarawan pada masa Perang Salib yang menyadari bahwa terdapat perbedaan budaya dan politik yang timbul, tetapi dalam analisa politik dan militer, mereka tidak berani untuk keluar bergerak diluar batas Islam. Di Asia Tengah, adanya susasana yang diciptakan oleh Kerajaan Mongol mampu untuk menghadirkan karya sejarawan Rashid ad-Din Fadlallah (1318).(Abdulah, Taufik :1985 : 61)
Selain itu adanya karya Sejarah Umum (Jami’at-tawarikh) yang ditulis dalam bahasa Persia dapat dijadikan sebagai karya sejarah yang universal. Pada umumnya juga Historiografi lokal yang ada dikota dan daerah-daerah juga melakukan pengembangan dengan yang menekankan pada sejarah politik dan agama, begitujuga mengenai uraian topografi dan data-data kepurbakalaan. (Abdulah, Taufik :1985 : 62). Sedangkan data mengenai kehidupan ekonomi, sosial, dan keuangan merupakan bentuk pengamatan yang sifatnya sambilan, sehingga dalam penulisan sejarah informasi demikian tidaklah banyak untuk ditulis.(Abdulah, Taufik :1985 : 62). Adanya sebagian kecil karya sejarawan yang bersifat kronik telah menunjukan kita mengenai pandangan kehidupan yang ada diperkotaan (urban) seperti kejahatan, peristiwa bunuh diri, inflasi yang melanda, serta masalah sosial lainnya.(Abdulah, Taufik :1985 : 62)
6. Para Sejarawan
Karya historiografi Islam ahli adalah karya dari sarjana yang terdidik ilmu agama, kegiatan penulisan sejarah telihat pada Bukhari (870), ia merupakan pengumpul hadis (sahih) yang berasal dari Nabi. Selain itu adanya biografi tokoh agama dengan penamaan sejarah membuat dirinya yang dalam kesadaran Islam terbentuk menjadi sejarawan. Sejak abad kesebelas dan seterusnya, banyak sarjana sejarawan yang memangku jabatan di pengadilan (hukum), administrasi politik pada lapangan sipil, madrasah. Secara keseluruhannya sejarawan ini mengandalkan pengembangan agama. (Abdulah, Taufik :1985 : 62).
A. Sejarawan Istana
Di negeri Islam yang berada dilingkungan ambisi penguasa, maka sejarah adalah ilmu istana “par excellence”. Hal ini menunjukan bahwa penghuni istana yang mendampingi raja, para menteri, guru-guru (pengajar) keluarga raja, dianggap mengetahui sejarah. Biasanya Khalifah sultan akan memerintah pejabat untuk menyusun sejarah dinasti, biasanya sejarah dibuat untuk persembahan kepada raja. Dengan demikian, maka kedudukan sejarawan profesional akan mendapat tempat yang terpenting di Istana. Misalnya pada dinasti sebelum Persia dan Ottoman telah disediakan fasilitas untuk melakukan studi sejarah. Biasanya “sejarawan istana“ ini lebih mengutamakan usaha individu. Hal ini karena sejarawan akan menghasilkan karangan yang tentunya akan mendatangkan sanjungan bagi diri pribadi. Sehingga dalam pengertian lain akan sangat sulit mengenal adanya batas historiografi istana yang identik terhadap peristiwa sebenarnya. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
Adapun jumlah sejarawan istana ini tidaklah banyak. Pada akhir abad kesepuluh terdapat sejarawan yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai politik, ilmu filsafat dan ilmu nonagama. Sejarawan tersebut misalnya Mishkawayh (1030), dan Hilal as-Sabi (1036). Mutu dan kualitas dari karya sejarawan ini tentunya berasal dari pandangan mereka tentang sejarah. Karya Imad ad-Din al- Isfahani (1201) adalah karya memoar sejarah terbaik, karya ini dibuat oleh pejabat tinggi dengan menggunakan dokumen dan buku harian. Selain itu karya yang berjudul Barq ash’shabi patutlah mendapat penghargaan sebagai karya besar historiografi diplomatis dalam Islam. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
B. Sejarawan Amatir
Imad al- Isfahani dan para penguasa yang menulis sejarah amatir dapatlah dikatakan sebagai sejarawan amatir. Hal ini karena karya yang dihasilkan sebagian besarnya adalah silsilah dari keturunan Ali. Hal ini karena jarang ditemukan karya sejarah yang ditulis berdasarkan rasa cinta dan kesadaran akan arti sejarah untuk memelihara catatan historis. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
C. Sejarawan Profesional
Adanya karya sejarah yang laku terjual dan ditemukan ditoko-toko buku merupakan fenomena yang luar biasa. Keadaan ini tidaklah cukup untuk mendatangkan dugaan dari luar mengenai hasil penjualan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup pengarang. Sejarawan profesional hampir tidak ada dalam lingkungan abad pertengahan (Abdulah, Taufik :1985 : 63).
Sejarah tidak termasuk dalam kurikulum madrasah, walaupun terkadang pelajaran ini diberikan pengajar yang telah menerima bayaran dalam pelajaran lain. Pada umumnya banyak orang yang ingin mengabdikan diri untuk menyusun karya sejarah. Biasanya orang-orang ini ingin dikenal dalam tradisi Islam sebagai sejarawan. Adapun tokohnya seperti al-Mas’udi dan pada masa kekuasaan Mamluk di Mesir, maka perhatian sejarah tertuju kepada pengarang seperti al-Maqrizi (1442) dan banyak lagi lainnya. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
7. Tujuan dan Metodologi Historiografi Islam
Sejarawan muslim mempunyai kebiasaan untuk memperkenalkan karyanya dengan pernyataan yang berisi tujuan dari penulisan sejarah (misalnya pernyataan yang dikumpulkan oleh as- Shakhawi). (Abdulah, Taufik :1985 : 64). Pada umumnya gagasan mengenai pengertian tersebut adalah suatu ukuran yang standar, walaupun didalamnya tidak memuat hubungan individu. Adapun pernyataan dan tujuan adalah pengakuan yang keabsahannya tidak dapat dibantah. (Abdulah, Taufik :1985 : 64). Dalam hal ini sejarah dianggap berperan untuk menghasilkan contoh-contoh baik yang bersifat positif maupun negatif. Point terpenting dari sejarah adalah pelajaran mengenai politik dan kepemimpinan untuk mengatur pemerintahan. Sejarah terkadang menuntut pola berfikir untuk santai setelah menyelesaikan tugas ilmiah secara kompleks. Artinya sejarah itu sifatnya tenang apabila telah berhasil menyelesaikan penelitian yang benar-benar ilmiah atau sebagaimana peristiwanya terjadi. Sejarah baru bisa untuk berdiam diri ketika kebenaran berhasil untuk diungkapkan. Dalam hal ini sejarah dapat disebut sebagai petunjuk (tuntunan). Sehingga wajar saja kalau adanya pengawal atau pemuka agama yang telah berhasil membuktikan kebenaran Islam dan mengungkapkan pandangan sehat mengenai dunia. Hal diatas diungkapkan karena pada masa ini banyak sekali waktu yang terbuang hanya untuk membahas soal keduniawian (sekuler). Hal ini erat kaitannya dengan pengertian historiografi sebagai bagian dari peradaban Islam. (Abdulah, Taufik :1985 : 64) .
Adanya gagasan sejarah sebagai senjata politik dalam memperjuangkan ideologi dan politik adalah suatu hal yang tidak ditangani oleh sejarawan muslim secara terbuka dan merata. Sejarawan ini sadar bahwa karya yang ditulis sering digunakan untuk mengangkat posisi seseorang, atau memperkokoh kedudukan dinasti yang sedang berkuasa. Adanya penelitian modern berhasil membuktikan bahwa kepentingan politik terkadang membuat adanya manipulasi terhadap data atau bukti sejarah. Keadaan ini tidaklah membuat sejarah muslim untuk berganti haluan, karena pada umumnya mereka tetap merasa bahwa keberadaan nya sebagai sejarawan adalah pelindung, penerus (transmitter) dari fakta yang tidak dapat diubah-ubah, atau ditafsirkan. (Abdulah, Taufik :1985 : 65)
Kegiatan sejarah terbatas pada melaporkan, menyingkatkan, menghimpun bahan sejarah, dan menceritakan kembali sumber-sumber yang ada. (Abdulah, Taufik :1985 : 65). Adapun pandangan ini ditentukan oleh metode penelitian sejarah. Tugas utama ahli sejarah adalah menyusun peristiwa yang benar terjadi dan pokok masalah yang dihadapi. Adapun tujuannya untuk menyelidiki kebenaran informasi yang diperoleh baik secara lisan maupun secara tertulis. Adapun kebenaran adalah cara untuk mengecek dugaan mengenai informasi yang diperoleh oleh seorang ahli. Selain itu pengamatan pribadi dalam pengertian sejarah kontemporer adalah dasar dari pengetahuan sejarah yang dijadikan sebagai cara ampuh untuk mengecek kebenaran sejarah. Selain itu, sistem yang lebih lengkap yang dikembangkan oleh sarjana hadis (para ulama), yaitu cara untuk menguji keaslian dan kebenaran hadis yang dapat diterapkan untuk penelitian sejarah. (Abdulah, Taufik :1985 : 65).
Berdasarkan keperluan, sejarah tertulis telah memberikan suatu wewenang pembuktian (evindential authority), penelitian arsip dan studi prasasti (inskripsi), mata uang, dan bukti-bukti sejarah yang hampir sporadis digunakan. Berkaitan dengan metodologi historiografi, maka pada abad pertengahan dapat dilihat karya Muhammad b. Ibrahim al-Iji seorang sarjana Persia. Adapun tulisannya dibuat pada tahun 1381-1382, karyanya adalah karya tertua metodologi. Pada tingkat teori yang kurang lengkap ialah karya komprehensif mengenai historiografi Islam, metode, masalah-masalahnya dan sejarah dari al-Kafiyaji (1474), yang menulis pada tahun 1463 di Mesir, dan sesudahnya adalah as-Sakhawi (d.1497), yang menulis pada tahun 1492. (Abdulah, Taufik :1985 : 66).
8. Filsafat dan Sosiologi Islam
Di dalam metodologi, maka pandangan sejarah sejarawan telah dipaparkan. Sejarawan berkeyakinan bahwa sejarah adalah media yang dijadikan pedoman agar manusia dapat memperbaiki hidupnya sekaligus mempersiapkan hari perhitungan yang nantinya tidak dapat dielakan. Dengan adanya Nabi Muhammad di dalam agama Islam, maka tujuan sejarah akhirnya dapat dipahami sebagai suatu kenyataan. Artinya “ bahwa Alquran yang dijadikan wahyu kepada Nabi Muhammad adalah suatu kitab yang berisi mengenai ajaran-ajaran kebaikan yang didalamnya terdapat kebenaran mengenai kehidupan didunia maupun di akherat kelak”.
Dengan kemapuan manusia, maka sejarah akhirnya dapat dijadikan sebagai pertanyaan untuk menghadirkan kehidupan individu yang baik di masyarakat atau secara agamanya. Dalam melakukan penilaian terhadap penguasa, maka sejarawan akan memberikan sudut pandangnya berdasarkan kepatuhan (ketaatan), atau sumber informasi yang diperoleh dengan dasar norma-norma Islam. Hal ini karena pada umumnya sejarawan adalah manusia biasa yang tidak mempunyai mekanisme dalam memberikan penilaian dosa dan ganjaran. Namun demikian bentuk kepatuhan dan norma Islam dapatlah djadikan suatu landasan untuk memberika penilaian. Adanya keabsahan (validity) teologi Islam tidak semua dipahami oleh sejarawan. Hal ini karena ada sejarawan yang memahami sejarah sebagai gejala sosial belaka. Sehingga cara seperti ini biasanya dianggap bertentangan dengan Islam dan di Curigai. (Abdulah, Taufik :1985 : 66).
Di dalam karya Miskhwayh yang berjudul “Pengalaman Bangsa-bangsa” terdapat penjelasan mengenai peristiwa yang terjadi di dunia ini terlepas dari adanya pengaruh kekuatan diluar manusia (super natural) , hal ini karena peristiwa yang terjadi dianggap ada berkaitan dengan Nabi, sehingga memberikan pengalaman bermanfaat bagi yang berminat mempelajari sejarah. Adanya Ibnu Khaldun dari Afrika (1406) yang telah melakukan penulisan pada tahun 1377, adapun isi pemaparan Khaldun lahir dari adanya sudut pandang terhadap manusia belaka. Pada pengantar (Mukaddimah) bukunya yang berjudul " Kitab al-ibar”, Khaldun menguraikan mengenai kekuatan materi dan psikologi secara terperinci. Defenisi sejarah yang dihasilkan adalah sudut Cyclic motion gerak lambat maju kedepan secara kontinu, baik yang berjalan maju kedepan atau kemunduran dalam kerangka himpunan manusia dalam berbagai bentuknya. (Abdulah, Taufik :1985 : 67).
9. Historiografi Islam Kontemporer
Bentuk penulisan sejarah Islam tentunya adalah bentuk yang akan terus bertahan hingga saat ini, terutama pada dunia Islam yang tertutup rapat. Adanya goncangan pada dunia Islam terjadi ketika kampanye Militer Napoleon di Mesir. Ketika itu bentuk kronik adalah karya sejarah yang masih muda dihasilkan, misalnya saja karya Al-Jabarti (1826). Dengan adanya terjemahan barat pada abad ke-19 membuat minat terbatas dikalangan Islam, khsususnya cendikiawan. Adanya studi mengenai sejarah dunia yang tidak langsung berkaitan dengan negeri Islam, membuat minat sejarawan Islam menjadi terbatas terhadap karya-karya nonIslam. Pada awal abad ke-20 terdapat Perang Dunia kedua yang berpengaruh terhadap kehidupan muslim yang mendapat perhatian di negeri Islam. Anggapan ini bisa lahir karena adanya pertentangan suku yang terjadi antara golongan Islam sebelum pembagian India dan kekeliruan yang dilakukan pengajar sejarah disekolah, hal ini harusnya diadakan koreksi dari para sejarawan (lihat Nadvi, dalam Philips 1961, hal 493). (Abdulah, Taufik :1985 : 68).
Adanya kelompok yang beranggapan bahwa sejarah Islam tidaklah dapat memberi bimbingan untuk menyelesaikan masalah, sehingga akhirnya diabaikan. Perasaan umat adalah sarana yang digunakan untuk membangkitkan studi kejayaan Islam masa lampau. Sehingga dapat dijadikan sebagai sumber utama yang juga berperan untuk membangun moral bangsa dan memperkokoh aspirasi nasionalis. Dengan demikian maka akan lahirlah karya-karya dari Husayn Haykal dan Mahmud Abbas al-Ikkad. Film , dan drama juga dimanfaatkan secara efektif untuk tema sejarah (lihat, Landau, 1958, hal 114 dst, 198). (Abdulah, Taufik :1985 : 67).
Akhir-akhir ini banyak sejarawan Islam yang mendapat pendidikan barat secara ilmiah dan metodologi, telah menerbitkan karya sejarah penting, baik biografi, sosial, dan ekonomi tentang sejarah Islam dimasa lampau. Adanya studi arsip di Turki menunjukan bahan sejarah yang tersimpan. Publikasi teks sejarah yang dilakukan sejak abad pertengahan tetap menjaga standar normal dalam editing. Dengan kejayaan Islam pada masa lampau dianggap sebagai ilham ideologi politik dalam gerakan yang ada pada sejarah. Hal ini memiliki pengaruh yang besar antara tahnu 1920 sampai tahun 1945. Sampai saat ini penggalian purbakala, pengawetan (conservation), dan studi peninggalan purbakala dari masa sebelum Islam dan masuknya Islam dengan baik dikembangkan dimana-mana. (Abdulah, Taufik :1985 : 68).
SIMPULAN
Historiografi Islam merupakan hasil penulisan sejarah yang identik dengan Islam. Ekspansi dan kejayaan bangsa Islam dimasa lalu memiliki peranan terhadap perkembangan Historiografi Islam. Biografi dan Kronik adalah contoh dari bentuk Historiografi Islam. Pada penulisan sejarah Islam golongan bangsawan, cendikiawan dan agama sangat diutamakan. Misalnya saja penulisan mengenai Nabi Muhammad dan kehidupannya. Fenomena ini, tidak terlepas dari lingkungan budaya yang ada. Hal ini karena ketika itu bangsa Arab memainkan peranan politik kesukuan dan kejayaan bangsa dibawah Hegemoni Quraysi.
Peristiwa yang terjadi pada masa sebelum dan sesudah masuknya Islam tentunya akan mengalami perkembangan. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan ruang lingkup yang meluas dan bertambahnya data. Dalam hal ini penulisan yang akurat tentunya akan menghadapi tantangan untuk bisa menentukan kronologis peristiwa agar kebenarannya dapat dipercaya. Berdasarkan ikatan budaya masyarakatnya, Historiografi Islam lebih mengutamakan agama, politik, dan kepurbakalaan dibanding dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan keuangan. Hanya saja adanya karya sejarah Islam yang berupa kronik tentunya akan memberikan pemaparan mengenai masalah sosial, inflasi dan sebagainya.
Adanya sejarawan Islam sangatlah berperan dalam meneruskan atau mengabadikan kisah sejarah masa lalu dan masa sekarang Islam. Dalam perkembangannya sejarawan terdiri atas : sejarawan istana, sejarawan profesional, dan sejarawan amatir. Hal yang menjadi pembeda ketiga jenis sejarawan ini terletak pada bentuk penulisan dan tujuan. Sejarawan istana tentunya akan membuat legitimasi atas dirinya agar mendapat tempat dihati penguasa, sejarawan amatir akan mengabaikan sejarah semestinya, dan sejarah professional tentunya akan bekerja sesuai bayaran yang diterima.
Berdasarkan metodologi sejarah itu dibuat untuk menyatakan tujuannya. Sejarah itu sifatnya ilmiah. Hal ini terlihat dengan adanya metode untuk menguji kebenaran, adapun yang dilakukan dengan mengecek sumber tertulis maupun lisan. Secara filsafat sejarah diharapkan mampu untuk mengarahkan manusia pada kehidupan yang lebih baik dan secara sosiologinya terdapat sejarawan yang hanya mempelajari gejala sosial masyarakat saja. Adanya terjemahan barat membuat sejarawan Islam membatasi minatnya. Hal ini karena kejayaan Islam pada masa lampau dianggap sebagai ilham ideologi politik dalam gerakan yang ada pada sejarah. Adanya pandangan bangsa Islam yang sifatnya mendominasi ini tentunya mendapat pengaruh dari jiwa zaman saat itu. Hal ini karena dogma yang berisi pada kebenaran Alquran dijadikan oleh bangsa Arab masa lampau sebagai pedoman untuk melegitimasi kedudukannya. Pandangan fanatis bangsa Arab ini membuat mereka merasa sebagai bangsa yang paling utama dan paling baik di dunia. Pasca Perang Dunia perhatian terhadap penulisan Historiografi Islam mulai mendapat perhatian kembali. Adanya kesalahan dalam memahami sejarah Islam diduga karena informasi yang diberikan pengajar tidak sesuai mestinya. Dengan keberadaan studi arsip di Turki dapatlah dijadikan bukti bahwa bahan sejarah itu masih ada hingga saat sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed). 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi.
Jakarta : Gramedia
Azra, Azyumardi. 2004. Jaringan Ulama; Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII : Jakarta : Prenada Media
Koningsveld. 1989. Hurgronje Snouck Dan Islam
Bandung : Pustaka
Majid, Dien. 2008. Berhaji Di Masa Kolonial.
Jakarta : Sejahtera
Syalabi. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Al Husna Zikra
Syalabi. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam 2.
Jakarta : Al Husna Zikra
Syalabi. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam 3.
Jakarta : Al Husna Zikra
Steenbrink, Karel. 1995. Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda
Dan Islam Di Indonesia (1596-1942). Bandung : Mizan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar