Kamis, 05 Agustus 2010

AWAL PERKEMBANGAN DAN PROSES MASUKNYA ISLAM DI JAKARTA PADA ABAD XVII

KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Sujudku takkan memuaskan inginku
‘ tuk haturkan sembah sedalam kalbu
Adapun ku persembahkan syukurku pada-Mu ya Allah untuk nama, harta, dan keluarga yang mencinta
Dan perjalanan yang sejauh ini tertempa
Alhamdulillah pilihan dan kesempatan yang membuat hamba mengerti lebih baik bermakna diri
Semua lebih bearti akan mudah di hayati
Alhamdulillah…alhamdulillah………alhamdulillah ya Rahman.
( Too Phat Feat. Dian Sastro )
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Makalah yang berjudul “Awal Perkembangan dan Proses Masuknya Islam di Jakarta Pada Abad XVII “
Setiap Orang adalah pelaku sejarah (Gottcshalk : 22). Pernyataan tersebut sangat tepat untuk menggambarkan kota Jakarta di masa lalu. Hal ini mengingat Jakarta merupakan kota yang sangat sentral di Indonesia. Apabila dikaitkan dengan perkembangan agama Islam sebagai agama yang menyeluruh dan mampu membawa banyak perubahan di tanah air. Maka hal ini sangatlah penting untuk dikaji. Apalagi Jakarta punya banyak kisah dan tokoh sejarah yang berperan dalam perkembangan Islam di masa lalu. Penulis bertujuan agar para pembaca dapat mengetahui sejarah masuknya Islam di Jakarta serta para tokoh yang ikut berperan didalamnya.
Banyak proses yang telah ditempuh oleh penulis dalam pembuatan makalah ini. berbagai hambatan yang tidak kalah hebatnya; rasa lelah, jenuh, keterbatasan waktu dan sebagainya tidak menyurutkan semangat penulis untuk menyelesaikan kewajibannya. Karena pada dasarnya pembuatan makalah ini diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester mata kuliah Metode Sejarah.
Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih terhadap kedua Orang tua penulis yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi penulis untuk tidak pernah berhenti berusaha. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih terhadap Dwi Vina Lestari karena berkat jasanya yang setia menemani penulis dalam melakukan tahap heuristik dan selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini sampai harus membangunkan penulis pukul 22.00 WIB. Bagi penulis sosok Dwi Vina merupakan rekan yang patut diacungi jempol. Penulis tidak bermaksud untuk memuji, namun berdasarkan pengamatan penulis selama ini Dwi Vina memang merupakan teman yang baik karena setiap bantuannya tanpa didasari pamrih. Semoga Allah membalasnya ’Amien’.
Penulis menyadari bahwa makalah ini mengandung banyak kekurangan baik dari segi historiografi maupun metodologi. Penulis telah berusaha semampunya untuk mengoptimalkan penulisan makalah ini. Maka itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu bagi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis,


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Metode Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sunda Kelapa dan Awal Kedatangan Islam 7
2.2 Perkembangan Islam di Jakarta Abad XVII 9
2.2.1 Penguasa 9
2.2.2 Pengaruh Timbal Balik antara Pemerintah dan Masyarakat 10
2.2.3 Perkembangan Agama Islam dan Tantangan yang Dihadapi 11
SIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16


















BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kita telah mengikuti perkembangan agama Islam, sejak dari lahirnya pada abad ke-7 di Mekah dan Madinah, hingga pada abad ke-13 saat Islam diakuin sebagai agama dunia. Di dalam Islam terdapat perkembangan dan perluasan daerah kekuasaan Islam, mulai dari suatu Jazirah di Arab hingga sampai di Maroko, Spanyol, India, dan di Indonesia. Dari sudut pandang kebudayaan yang di hasilkan pengaruh Arab menimbulkan adanya perkembangan yang demikian pesatnya tentunya membawa akibat lahirnya kebudayaan yang timbul dan mendarah daging bagi masyarakat yang mendapat pengaruh Islam tersebut.
Menurut isi buku Kebudayaan Indonesia Jaman Madya : 7, Hidup manusia ibarat perjalanan, dan pencari Tuhan ibarat seseorang yang sedang di dalam perjalanan (di sebut salik). Tujuan salik ialah mendapat pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan, agar seseorang yang terpisah dari Tuhan mampu kembali bersatu bersama Tuhan dan ajarannya. Dengan demikian diharapkan supaya jiwa setiap insan manusia terisi oleh pengetahuan spiritual yang diharapkan agar kemudian hari kelak manusia tersebut mampu untuk membedakan mana hal yang dianggap baik dan tidak baik.
Di dalam Islam perjalanan yang dimaksud mengenai pencari Tuhan tersebut harus menempuh 4 perjalanan seperti syariat, tariqat, maa’rifat, dan haqqiqat. Keempat perjalanan tersebut merupakan hasil peninggalan dari kebudayaan Islam pada jaman madya. Ajaran-ajaran diatas kemudian tumbuh dan berkembang di Indonesia seiring dengan masuknya ajaran agama Islam yang datang di Indonesia.
Nusantara adalah negara kepulauan yang kaya akan perairan (Vleke, 1961 : 1). Hal ini menyebabkan posisi Nusantara menjadi sangat strategis, khususnya untuk jalur perdagangan. Fenomena ini mendorong banyaknya pelabuhan dagang yang diperebutkan bangsa asing seperti Portugis dan Belanda di Nusantara pada abad XV, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan yang berperan penting sebagai pintu gerbang Pulau Jawa adalah pelabuhan yang berasal dari wilayah Jawa Barat. Pelabuhan tersebut antara-lain adalah pelabuhan Sunda Kelapa, Banten, Tanggerang, Pontang, Krawang, dan Indramayu.
Berkembangnya aktivitas yang ada di pelabuhan masa itu, mendorong terjadinya interaksi dari berbagai orang dengan latar belakang bangsa yang berbeda. Akibat adanya interaksi yang tercipta saat itu menyebabkan lahirnya akulturasi antara pribumi dan bangsa pendatang yang meliputi aspek kebudayaan, ekonomi, sosial dan agama. Persepsi manusia merupakan hasil pemikiran manusia yang mempunyai aspek interaktif. Hal inilah yang akhirnya melahirkan suatu peradaban; interaksi melahirkan akulturasi (Wallace, 2000: 168).
Adanya pengaruh agama yang dibawa bangsa lain terutama Arab mampu memberi pengaruh besar bagi perkembangan Islam di Indonesia. Hal ini karena para pedagang Arab sudah sejak abad IX telah melakukan kegiatan perdagangan di Nusantara. Selain melakukan kegiatan perdagangan, para pedagang ini juga melakukan penyebaran agama dan pengaruh Islam.
Telah diketahui bahwa dari dulu hingga sekarang, kota Jakarta selalu menjadi pusat berbagai kegiatan. Hal ini karena letak kota Jakarta berada pada posisi yang sangat strategis dan memungkinkan untuk mendapat kunjungan dari berbagai wilayah.
Pengertian mengenai agama sebagai salah satu faktor penggerak sejarah (Kuntowijoyo : 1995) menjadi latar belakang penulis untuk membahas mengenai “Awal Perkembangan dan Proses Masuknya Islam di Jakarta Pada Abad XVII “. Uraian diatas diperkuat dengan posisi Jakarta yang sejak dulu hingga sekarang merupakan kota yang sentral dan berperan penting bagi perkembangan Indonesia baik dari aspek ekonomi maupun agama.
Adapun alasan lain yang melatarbelakangi penulisan makalah ini dikarenakan ketertarikan penulis untuk membahas mengenai sejarah Islam khususnya di tanah air.

1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah maka materi yang dikaji akan difokuskan pada pembahasan mengenai aspek berikut :
1. Merumuskan Peran Pelabuhan Sunda Kelapa Terhadap Masuknya Ajaran Islam di Jakarta
2. Merumuskan Proses Masuknya Agama Islam di Jakarta
3. Merumuskan Para Penguasa Jayakarta yang Berada di Bawah Pengaruh Islam
4. Merumuskan Tokoh-tokoh yang Berperan Dalam Penyebaran Islam di Jakarta Pada Abad Ke-17
5. Merumuskan Cara yang di Tempuh Dalam Menyebarkan Agama Islam di Jakarta Serta Tantangan yang Dihadapi

1.3 Tujuan Penelitian
Penulisan ini bertujuan untuk mencari data dan fakta yang berkaitan dengan peristiwa. Data dan fakta kemudian digunakan untuk menjawab masalah seperti yang dikemukakan pada subbab:
1. Ingin melaporkan peran Pelabuhan Sunda Kelapa terhadap masuknya Islam di Jakarta.
2. Melaporkan proses penyebaran Islam di Jakarta.
3. Melaporkan tokoh penguasa Jayakarta yang berada di bawah pengaruh Islam.
4. Melaporkan tokoh-tokoh yang pernah berperan dalam menyiarkan Islam di Jakarta pada abad ke-17.
5. Menjelaskan cara yang ditempuh oleh para Ulama dalam menyebarkan Islam di Jakarta serta melaporkan tantangan yang ada dalam menyiarkan Islam.

1.4 Manfaat Penelitian
Pembuatan makalah ini tentunya memiliki manfaat praktis yang bisa digunakan sebagai berikut :
1. Untuk menambah wawasan tentang sejarah penyebaran Islam di Jakarta.
2. Dapat memberi pengetahuan baru mengenai peranan Sunda Kelapa terhadap masuknya Islam di Jakarta serta dapat menjelaskan mengenai tokoh, kejadian dan proses dalam perkembangan agama Islam saat itu.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk membahas lebih lanjut mengenai sejarah awal masuknya Islam di Jakarta serta penyebarannya.

1.5 Metode Penelitian
Untuk mencari jawaban dari masalah diperlukan langkah penelitian atau prosedur yang sistematis (Webster, 1986 :1422). Dengan kata lain metode penelitian merupakan sarana untuk mencapai tuntutan yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah. Dalam penelitian ini, ada empat metode yang digunakan :
1. Heuristik ialah pengumpulan sumber. Sumber yang berhasil diperoleh penulis tidak hanya dikumpulkan tapi juga dihimpun. Hal ini berkaitan dengan peran heuristik sebagai salah satu tahapan dalam metode penelitian sejarah. Dalam kegiatan heuristik penulis menghimpun sumber yang diperoleh dari tinjauan kepustakaan seperti sumber buku yang memuat informasi mengenai Perkembangan Islam dan Penyebarannya di Jawa Barat, khususnya mengenai kota Jakarta.
2. Setelah melalui tahap Heuristik maka hasil penelitian harus melewati tahap Kritik atau verifikasi untuk meneliti keaslian dan keabsahan sumber. Verifikasi (kritik sejarah) ada 2 macam:
1) Kritik eksternal yang bertujuan untuk menentukan sejauh mana otentisitas (keaslian sumber).
2) Kritik internal yang bertujuan untuk menguji Kredibilitas sumber. Hal tersebut bertujuan untuk menjawab setiap pertanyaan apakah suatu sumber atau kesaksian dapat dipercaya atau tidak.
3. Interpretasi ialah sebuah penafsiran seseorang atau beberapa orang atau lembaga. Di dalam penelitian sejarah, interpretasi sering disebut sebagai biang subyektifitas karena apabila seorang Sejarawan salah menafsirkan suatu data maka pengolahan hasil penelitian tidak akan mendapatkan hasil seperti yang diinginkan. Interpretasi merupakan tahapan dalam metode penelitian sejarah yang berperan untuk menghidupkan kisah sejarah didalam pembahasan.
4. Historiografi ialah penulisan sejarah. Secara etimologis historiografi adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu “historia” yang berarti “penyelidikan tentang gejala alam fisik” dan “grafien “ yang berarti “gambaran “, “lukisan “, “tulisan”. Jadi Historiografi adalah kegiatan akhir dari penelitian dalam sejarah. Semua sumber yang telah dihimpun, dikritik dan diinterepetasi harus dituangkan dengan tahap akhir yaitu proses penulisan. ini juga bisa disebut sebagai tahap puncak dalam metode penelitian sejarah.

1.6 Sistematika Penulisan
Makalah ini dibuat sebagai syarat mengikuti ujian mata kuliah Metode Sejarah. Dalam pembuatan makalah ini terdapat sistematika penulisan seperti pada pembukaan makalah terdapat kata pengantar yang kemudian isi makalah ini memuat dua bab yaitu :
1. BAB I Menjelaskan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian , Sistematika penulisan.
2. BAB II berisi pembahasan untuk menjelaskan tentang Gambaran umum tentang sejarah Sunda Kelapa dan Awal Kedatangan Islam dan Perkembangan Islam di Jakarta Abad XVII yang akan dibahas dari aspek Penguasa, Pengaruh Timbal Balik antara Pemerintah dan Masyarakat, Perkembangan Agama Islam dan Tantangan yang Dihadapi. Semua akan diuraikan di dalam bab ini. Setelah dua bab diatas selesai diuraikan, maka akan diperoleh satu simpulan sebagai jawaban atas isi latar belakang dan identifikasi masalah.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sunda Kelapa dan Awal Kedatangan Islam
Awal perkembangan Islam di Jakarta erat hubungannya dengan situasi politik dan perdagangan. Hal ini menunjukan bahwa peran wilayah dalam posisi strategis menjadi faktor utama yang menjadikan kota Jakarta sebagai pusat kegiatan dan perdagangan. Hal ini karena Jakarta memiliki pelabuhan Sunda Kelapa yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Padjajaran menjelang masuknya agama Islam.
Sunda Kelapa sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan Bandar perdagangan yang terpenting bagi perekonomian Kerajaan Padjajaran. Hal ini karena Sunda Kelapa merupakan pintu gerbang untuk menyambut kedatangan para imigran yang melaksanakan kegiatan perdagangan. Adanya bangsa pendatang di Sunda Kelapa menjadi cikal bakal berkembangnya kebudayaan baru. Faktor penyebabnya karena Sunda Kelapa menjadi tempat pertemuan berbagai macam golongan etnis, suku bangsa dan kebudayaan.
Apabila dikaitkan dengan jalur sutera maka peran Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai penjuru. Adanya kabar mengenai bangsa Arab sebagai bangsa petualang yang mengenal perniagaan dan melakukan penyebaran agama Islam sejak abad ke-9 merupakan alasan kuat bahwa bangsa tersebutlah yang membawa Islam ke tanah air terutama di Jawa Barat . Hal ini diperkuat oleh adanya karya Al-Mas’udi dalam bukunya Murujuzzahab yang menyatakan bahwa bangsa Arab telah terlebih dulu datang ke Indonesia sebelum kedatangan Belanda. Bahkan di Jakarta saat itu sudah ada Kampung Jawa yang dihuni oleh bangsa Arab untuk melaksanakan dakwah Islamiyah (sekarang berada dalam kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung).
Perkembangan pesat pelabuhan Sunda Kelapa membuat Portugis berniat untuk menguasainya. Hingga tahun 1522 Sunda Kelapa masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran. Untuk mengantisipasi perebutan Sunda Kelapa oleh Portugis maka Kerajaan Padjajaran mengadakan perjanjian dengan pihak Portugis. Perjanjian ini juga dibuat untuk mengatasi adanya pengaruh Islam dari pihak Cirebon yang ingin meruntuhkan Kerajaan Padjajaran.
Adanya perjanjian antara pihak Padjajaran dan Portugis membuat Kerajaan Islam Demak dan pemuka Islam Cirebon mengubah sistem dakwah dengan memasukan unsur politik didalamnya. Hal ini bertujuan untuk membatasi sekaligus melumpuhkan pihak lawan. Bahkan adanya latihan fisik dan mental dilaksanakan untuk memperkuat pasukan Islam.
Sasaran utama dari pasukan Islam adalah Pelabuhan sunda Kelapa yang hampir jatuh ketangan Portugis. untuk menaklukan Sunda Kelapa pasukan Islam terlebih dahulu menguasai Pelabuhan Banten, hal ini karena Banten merupakan pintu gerbang pantai Utara Jawa Barat Yang menjadi ramai ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511). Setelah menguasai Banten pasukan Cirebon dan Demak berhasil menaklukan Sunda Kelapa pada 1527. Semangat dan perjuangan Islam berhasil ditanamkan di Sunda Kelapa, kemenangan atas Portugis tersebut membuat Fatahillah mengganti Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Menurut Sukanto, peristiwa tersebut pada tanggal 22 Juni 1527.
Kemenangan pasukan Islam menjadikan Fatahillah sebagai pangeran yang mewakili Cirebon di Jayakarta. Fatahillah merupakan penguasa Sunda Kelapa yang pada tahun 1530 menjadi pangeran Cirebon untuk menggantikan pangeran Pasarean (putera Sunan Gunung Jati). Sedangkan Sunda Kelapa akhirnya dipimpin oleh Tubagus Angke (anak Fatahillah). Untuk mempeerat hubungan Banten dan Jayakarta maka Tubagus Angke dinikahkan dengan Pembayun (putri Hasanudin, penguasa Banten). Hal ini identik dengan sistem patrimonial atau kebapaan (kekerabatan).

2.2 Perkembangan Islam di Jakarta Abad Ke-17
2.21 Penguasa
Pada awal abad ke-17 Jayakarta dipimpin oleh Pangeran Jayakarta Wijayakrama yang merupakan putera dari Tubagus Angke. Hal ini karena pada tahun 1564 Tubagus Angke mendapat tugas untuk memimpin pasukan Demak ke Pasuruan. Adanya perjanjian antara Jayakarta dan Belanda pada tanggal 11-15 November 1610 membuat Sultan Abdul Mufakir (Sultan Banten) merasa tidak senang atas Pangeran Jayakarta Wijayakrama yang menandatangani perjanjian tersebut. Hal ini yang menyebabkan pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama berakhir pada tahun 1619, sekaligus menjadi penyebab perebutan Jayakarta yang terus dilakukan oleh pihak Banten hingga masa Sultan Tirtayasa.
Adanya pemanggilan Pangeran Jayakarta Wijayakrama ke Banten menyebabkan Jayakarta mengalami kekosongan penguasa. Hal ini dimanfaatkan Belanda untuk dapat menguasai Jayakarta. Di dalam babad Banten keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama adalah Sultan Ageng Tirtayasa (Abdul Fatah) yang merupakan anak dari Ratu Martakusumah dan Sultan Abdul Ma’ali Ahmad. Sedangkan nama Pangeran Ahmad Jayakarta dinyatakan sebagai keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama karena semasa hidupnya Pangeran Ahmad Jayakarta merupakan orang yang sangat dihormati di Jayakarta. Hal ini juga diperkuat dengan ditemukan makamnya yang terletak di daerah Jatinegara.
Sejak terbentuknya VOC pada tahun 1602. Kedamaian antara Jayakarta dan Belanda hanya berlangsung singkat. Adanya pertentangan antara pemimpin Jayakarta dengan J.P Coen memunculkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Pada tanggal 30 Mei 1619 nama Jayakarta diubah oleh Coen menjadi Batavia. Hal ini merupakan dampak yang dialami oleh pihak Jayakarta setelah mengalami kekalahan dalam peperangan. Sejak itu banyak kaum pribumi melarikan diri ke pedalaman untuk menghindari penguasaan VOC.

2.22 Pengaruh Timbal Balik antara Pemerintah dan Masyarakat
Jayakarta merupakan wilayah yang didirikan oleh para penguasa Islam. Sehingga pola kota Jayakarta sama seperti kota Islam lainnya di Pulau Jawa. Menurut hasil rekonstruksi peta yang dibuat oleh Ijzerman pada tahun 1917 bahwa tempat kediaman Pangeran Jayakarta disebut Dalem di depannya terdapat alun-alun dengan mesjid disebelahnya. Pada masa itu kediaman Pangeran Jayakarta dijadikan sebagai pusat kota.
Adanya pembagian menurut Ijzerman memiliki kesamaan dengan pola kota Adipati di Jawa. Mesjid yang berada ditengah kota menunjukan adanya kegiatan keagamaan. Mesjid merupakan tempat ibadah sekaligus tempat pertemuan untuk melaksanakan komunikasi antar umat muslim yang melakukan aktivitas. Posisi mesjid di tengah kota Jayakarta mencerminkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan tersebut berada dibawah pengaruh Islam.
Sejak jatuhnya Jayakarta, maka kegiatan agama yang bersifat Islam tidak lagi dilakukan di pusat kota melainkan beralih ke daerah pinggiran seperti Jatinegara. Hal ini merupakan bukti bahwa masyarakat muslim pada masa itu tidak melakukan interaksi secara langsung dengan pihak Belanda.
Keberadaan makam Pangeran Jayakarta di Pulo Gadung dan Pangeran Jayakarta Wijayakrama di kampung Gusti, daerah angke menunjukan bahwa daerah tersebut merupakan medan perjuangan yang pernah dilakukan oleh para Pangeran Islam ini. Keberadaan masyarakat Islam yang mendukung pemerintahan para Pangeran tersebut berada tidak jauh dari areal makam tersebut.

2.2.3 Perkembangan Agama Islam dan Tantangan yang Dihadapi
Ajaran agama Islam berinti pada arah dan tujuan terhadap yang disembah, kesimpulannya bahwa pengakuan terhadap Allah sebagai tuhan dan kesaksian atas keberadaan Muhammad sebagai utusanNya.
Agama islam yang berkembang di Jakarta disebarkan dengan melakukan berbagai cara seperti kegiatan kesenian dan kebudayaan. Adanya cara penyebaran agama Islam oleh para wali disesuaikan dengan faktor kejiwaan masyarakat setempat. Pada saat itu dakwah merupakan media yang paling efektiv untuk mengajak masyarakat untuk menganut kepercayaan Islam. Hal ini karena dakwah yang dilakukan oleh para Wali mampu mengubah mental spiritual masyarakat.
Adanya kepercayaan Islam maka semua hal yang sifatnya tidak rasional seperti takhayul dapat dihapuskan. Semua dapat berjalan secara normal tanpa keluar dari batasan agama Islam.
Sebelum jatuhnya Jayakarta ke tangan VOC terutama 1619, kegiatan penyebaran agama Islam dilakukan di wilayah Bandar Sunda Kelapa. Hal ini karena dahulunya Sunda Kelapa merupakan tempat yang ramai dengan berbagai aktivitas. Sehingga memungkinkan agama Islam dapat tersebar dengan cepat. Namun sejak runtuhnya Jayakarta maka kegiatan penyebaran agama Islam berpindah ke Kampung Melayu dan wilayah Jatinegara sekitarnya.
Dengan berkembangnya Islam di Kampung Melayu dan wilayah Jatinegara mendorong pembangunan sarana ibadah untuk kaum muslimin setempat. Bukti dari adanya aktivitas keislaman yang terjadi di wilayah tersebut adalah keberadaan Mesjid As-Salafiyah di Jatinegara dan Mesjid Al-Atiq di Kampung Melayu. Pembangunan Mesjid Al-Salafiyah di Jatinegara didirikan oleh Pangeran Jakarta yang merupakan putera Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Setelah mengalami kekalahan dari pihak Belanda Pangeran Jakarta melarikan diri ke Jatinegara dan mengembangkan ajaran Islam disana (hasil penelitian Universitas Syarif Hidayatullah : 1979).
Adanya perkembangan Islam pada abad ke-17 di Jakarta juga dilakukan oleh Pangeran Sagiri, putera Sultan Ageng Tirtayasa dari Baten. Adanya perpecahan di Kesultanan Banten membuat Sagiri melarikan diri ke Jakarta (Jatinegara) pada tahun 1682. Pangeran Sagiri dikenal sebagai ulama yang berjasa dalam penyebaran Islam di Jatinegara, Sagiri merupakan penerus perjuangan Ahmad Jakarta dalam menyiarkan Islam. Dalam penyebaran Islam yang dilakukannya Pangeran Sagiri mengusahakan pengembangan sarana dan prasarana seperti dakwah, perbaikan mesjid serta melengkapi isi sejumlah kitab suci (Al-Quran) dan buku beragama Islam.
Keberadaan Mesjid Al-Atiq di Kebon Baru Kampung Melayu Besar, tidak diketahui siapa pendirinya. Hal ini karena para Ulama yang melakukan penyebaran agama Islam di Jakarta pada abad ke-17 sangatlah banyak. Sebut saja nama seperti Datuk Wan, Datuk Makhtum, Haji Ahmad, Kyai Haji Mahmud yang tidak diketahui keberadaan kuburan mereka. Namun dapat diduga bahwa pendiri Mesjid Al-Atiq adalah orang yang berasal dari Sunda walaupun tidak dapat diputuskan secara pasti nama pendiri tesebut.
Islam yang saat itu diterima baik oleh masyarakat setempat membuat perkembangannya semakin cepat. Hal ini tidak lepas dari peran tokoh Ulama yang melaksanakan perpindahan kearah Timur Jayakarta. Sedangkan untuk di Pesisir Utara dakwah Islamiyah tetap berlangsung, hal ini terbukti dari berdirinya mesjid Alam di Marunda Cilincing.
Metode penyebaran agama Islam pada saat itu masih sangat sederhana. Pelaksanaan pengajian terhadap anak-anak dan orang dewasa dilakukan sesudah solat Magrib menjelang Isya, kegiatan disesuaikan dengan kondisi setempat. Ajaran Agama yang diberikan pada masa itu fokuskan terhadap masalah keimanan, tauhid yang didasarkan pada mahzab Ahlu Sunnah wal al-Jama’ah. Pembinaan yang dilakukan di Jakarta pada saat itu diperoleh dari seorang guru dengan memberi pelajaran terhadap orang yang tidak mengetahui tentang Islam. Adanya pengajaran tersebut membuat Islam dapat diturunkan pada generasi berikutnya dengan cara lisan, sehingga lambat laun ilmu tersebut dapat berkembang.
Aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para Ulama selanjutnya relatif dapat berjalan mulus. Namun sejak jatuhnya Jayakarta ke pihak Belanda yang kemudian beralih nama menjadi Batavia membuat terhambatnya kegiatan penyebaran Islam. Hal ini karena orang-orang Belanda pada masa itu mencoba menanamkan pengaruhnya terhadap pribumi. Adanya upaya penanaman ajaran Kristen membuat perkembangan Islam mendapat tantangan, apalagi pada masa itu pengaruh kebudayaan Belanda berjalan sangat cepat.
Adanya pengajaran melalui gereja yang dilakukan oleh pihak Belanda tidak membuat perjuangan penyebaran Islam menjadi terhenti. Hal ini terbukti penduduk pribumi yang masih banyak melakukan kegiatan pengajian baik itu di langgar, Madrasah maupun di rumah guru ngaji walaupun jumlahnya lumayan terbatas.
Dengan digantikannya Jayakarta menjadi Batavia membuat wilayah tersebut menjadi berkembang. Apalagi Belanda mendirikan kantor-kantor pemerintahan, rumah pejabat dan sebagainya. Adanya semangat Islam yang berkobar di dalam sanubari pribumi semakin meningkatkan adanya semangat anti penjajahan. Adanya serangan dari Mataram pada tahun 1628 dan Banten pada tahun 1658 yang tidak menyukai Batavia memiliki peranan bagi perkembangan Islam, mengingat dua Kerajaan tersebut berada dalam pengaruh Islam, walau akhirnya kemenangan ada di pihak Belanda. Adanya berbagai peristiwa yang terjadi di Jayakarta relatif berpengaruh terhadap kegiatan dakwah Islamiyah dan perkembangan Islam di Jakarta pada abad ke-17.








SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan pelabuhan Sunda Kelapa sangatlah berperan bagi penyebaran agama Islam pertama di Jakarta. Apabila dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Islam lainnya seperti Demak dan Cirebon, maka kedua Kerajaan tersebut memiliki peran penting dalam penamaan Jayakarta pada tahun 1527. Perubahan nama Sunda Kelapa tersebut merupakan bukti ketidakberhasilan Portugis yang ingin menguasai Sunda Kelapa sekaligus menjadi sejarah mengenai keberadaan Sultan Fatahillah yang menjadi penguasa Sunda Kelapa.
Jayakarta yang berada di bawah kepemimpinan para penguasa Islam membuat penyebaran agama Islam semakin berkembang pesat. Pada abad ke-17 banyak sekali Ulama yang berperan dalam menyiarkan agama Islam di Jakarta. Adapun nama tokoh yang berperan bagi penyebaran Islam di Jakarta antara lain: Datuk Wan, Datuk Makhtum, Haji Ahmad, Kyai Haji Mahmud serta para Raja yang pernah menjadi pemimpin Jayakarta.
Bukti dari adanya penyebaran agama Islam di Jakarta adalah keberadaan Mesjid As-Salafiyah di Jatinegara dan Mesjid Al-Atiq di Kampung Melayu. Dasar penyebaran Islam pada masa itu berpedoman pada Ahlu Sunnah wal-al-Jama’ah. Metode membaca Al-Quran dan dakwah adalah cara yang ditempuh oleh para Wali untuk mengembangkan Islam.
Sejak jatuhnya Jayakarta di pihak Belanda membuat penyebaran Islam ketika itu mendapat tantangan. Hal ini karena Belanda menanamkan pengaruh kebudayaannya terhadap pribumi, walaudemikian masyarakat pada saat itu tetap melaksanakan kegiatan mengaji walaupun jumlahnya sangat terbatas. Adanya Serangan Mataram dan Banten terhadap Batavia ikut mempengaruhi berkembangnya semangat Islam walau akhirnya kemenangan ada di pihak Belanda.
DAFTAR PUSTAKA

Hoesin, Djajadiningrat. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten.
Jakarta : Jambatan

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta : Bentang

Lubis, Nina H. 2008. Metode Sejarah.
Satiya Historika : Bandung

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto,
Nugroho.1983. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Sukanto. 1984. Dari Jayakarta ke Jakarta, Sejarah ibukota kita Jakarta.
Jakarta

Surjomiharjo, Abdurahman.1977. Pemekaran Kota Jakarta
Jakarta : Jambatan

Tjandrasasmita, Uka.1970. “ Pangeran Wijakkrama Pasang Surut Perjuangannya”
Seminar Sejarah Yogyakarta

Vlekke, Bernard. 1961. Nusantara. Jakarta : Gramedia

Wallace, Alfred. 2000. Menjelajah Nusantara
Bandung : Remaja Rosdakarya

Yacob, Ismail, Sejarah Islam di Indonesia,
Jakarta : Wijaya (tanpa tahun)

Yulianti. 2007. Sejarah Indonesia dan Dunia ( cetakan I )
Bandung: Yrama Widya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar